Goceng Pertama (part2)
Kini langkahku semakin gontai tak berirama, bersamaan dengan rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi. Hatiku bimbang dalam ketidak pastian, dan haus akan perhatian. Kenangan hidup kenakalan anak remaja yang telah kulalui menjadi mimpi burukku saat ini. Hatiku seolah berteriak menuntut sebuah pergaulan yang sehat. Pergaulan dimana tidak kujumpai lagi Mr.Mansion dan serpihan daun-daun kering dari sebuah kota di ujung pulau Indonesia.
Sesaat aku tertegun menghentikan langkahku memandangi sebuah bendera berwarna kuning terikat pada tiang listrik tepat di ujung gang rumahku. Kontan aku tersentak. Gerangan apa yang sedang terjadi? Keluargaku? Seketika aku teringat akan ayahku. Ayah…
Perasaanku pun menjadi kalut. Kupercepat langkah kaki-ku hingga setengah berlari, kemudian lari, dan terus berlari. Tanpa kusadari tubuhku basah terguyur air hujan yang kini mulai deras. Namun aku tak perduli dengan semua itu, aka hanya ingin tau apa yang sedang terjadi dengan keluargaku saat ini.
Sesampaiku di teras rumah, suasana sudah penuh dengan isak tangis. Semua tetanggaku berkumpul memadati rumahku, tak ketinggalan beberapa teman kampusku seperti Sam, Andi, Villy, bahkan Shelly—pacarku. Entah berapa lagi temanku yang datang ke rumahku dan tak sempat kuperhatikan satu per satu. Aku hanya tak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
Segera kuhampiri Sam. “Sam, ada apa dengan keluargaku?”
Sam hanya terdiam, begitu juga dengan Villy dan Andi. Kulayangkan pandangku ke arah Shelly.
“Shell, ada apa?”
Namun hal yang sama juga dilakukan oleh Shelly, malahan kini tangisnya semakin kencang terdengar.
“Hei!! Kenapa dengan kalian semua? Kalian gak tuli, kan? Atau jangan-jangan kalian bisu? Ayo jawab!!” hardikku ke arah teman-temanku.
Kulempar tas kuliahku yang sedari tadi menempel di pundakku ke lantai. “Bangsat lo Semua!”
Kuputuskan untuk segera masuk ke dalam, mungkin teman-temanku memang tuli dan bisu sehingga tak menjawab pertanyaanku.
Kupandangi setiap raut wajah yang berada di samping tubuh yang terbujur kaku tertutup kain putih di atas ranjang, dan ternyata…Oh Tuhan, aku tak percaya akan semua ini. Apakah ini benar-benar nyata? Ataukah ini hanya mimpi belaka.
Kurogoh saku celanaku seraya mengambil selembar uang gocengan yang sudah terlihat lusuh. Kugenggam uang itu erat-erat. Sesaat tubuhku jatuh tersungkur dengan berselimutkan segudang penyesalan. Niat untuk melakukan sesuatu yang berarti bagi semua orang dan berbakti kepada orang tuaku sirna sudah, kini tinggallah sebuah penderitaan yang harus kuterima nantinya.
Tidaaakk!! Tidak mungkin. Pasti bukan. Semua ini pasti hanya mimpi, pasti aku sedang bermimpi…Tuhan tolong hamba-Mu. Aku belum siap untuk semua ini.
“Ampuni aku Tuhan, tolong berilah hamba-Mu kesempatan sekali lagi. Oh Tuhan, aku janji akan berubah. Please God, I’m promise.
Hujan pun berangsur-angsur berhenti. Selembar gocengan yang sedari tadi di tanganku, tanpa kusadari terlepas dari genggamanku dan bergulir terhempas angin yang semakin dingin di pekatnya malam. Rembulan pun kini mulai memberanikan dirinya mengintip melalui celah-celah awan hitam untuk membiaskan cahayanya.
Selembar gocengan itu kini jatuh di sebuah genangan air bekas hujan dan terus bergerak megalir meninggalkan suara isak tangis keluargaku. Entah dimana ia akan berhenti.
Sesaat kutengadahkan wajahku ke langit, seraya berkata, “Tuhan, aku masih ingin hidup…”
Tnelson said,
Oktober 1, 2009 pada 3:16 am
I don’t usually reply to posts but I will in this case, great info…I will add a backlink and bookmark your site. Keep up the good work!
altov said,
Oktober 21, 2009 pada 9:25 pm
thanks…
salam
RobD said,
Oktober 6, 2009 pada 11:04 pm
Super-Duper site! I am loving it!! Will come back again – taking your feeds too now, Thanks. 🙂
altov said,
Oktober 21, 2009 pada 9:26 pm
thanks for come to my blog…
salam